Lutimterkini- Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sulawesi Selatan mengkritik rencana PT Vale Indonesia Tbk melakukan penambangan nikel di kawasan Pegunungan Lumereo atau Blok Tanamalia. Walhi menilai upaya tersebut mengancam sekitar 4.800 hektare lahan perkebunan merica di wilayah itu. Lantas bagaimana jawaban manajemen PT Vale menaggapi kritikan itu ?
Kepada pewarta Lutimterkini.com, Rabu (26/07/2023) Head of Communications PT Vale Indonesia Tbk, Bayu Aji menjelaskan Perseroan bersama pemerintah desa telah membentuk forum koordinasi pemangku kepentingan sebagai upaya untuk melibatkan seluruh pemangku kepentingan dalam setiap tahapan pelaksanaan eksplorasi dan membahas isu isu yang ada di masyarakat. “ Melalui forum koordinasi ini Perseroan juga telah melakukan sosialisasi rencana eksplorasi dan dukungan sosialisasi penghentian perambahan hutan dalam wilayah kawasan hutan dan PPKH PT Vale “ jelas Bayu.
Dikatakan, PT Vale Indonesia Tbk memastikan segala operasi perusahaan menerapkan good mining practices, memastikan segala persyaratan terpenuhi dalam rangka pengelolaan lingkungan dan sosial, melakukan Kajian Kerentanan Masyarakat melalui Social Economic Baseline dan Rencana Pengelolaan Pemangku Kepentingan Proyek (Stakeholder Engagement Plan) agar segala keputusan dalam menjalankan aktivitas terkomunikasikan dengan baik dengan para pemangku kepentingan terkait.
Sementara terkait isu hak asasi manusia (HAM) dijelaskan bahwa Perseroan memiliki komitmen terhadap penghormatan dan perlindungan HAM baik kepada masyarakat maupun karyawannya.
“ Di tahun 2022 melalui sosial studi dan lingkungan untuk kebutuhan project tanamalia, telah menghasilkan keluaran berupa : data dasar masyarakat terkait aset keuangan, sosial, manusia, fisik dan sumber daya alam;, catatan tentang konteks kerentanan masyarakat akibat dampak alam dan konflik konflik social
Selain itu catatan tentang dinamika penguasaan lahan masyarakat di wilayah proyek Tanamalia dan potensi konflik akibat perampasan sumber daya alam, Identifikasi masalah, risiko, matriks risiko, dan strategi mitigasi; serta daftar isu pemangku kepentingan yang relevan;
“ Hasil studi ini menjadi rekomendasi untuk menjalankan siklus proyek tanamalia mempertimbangkan faktor-faktor sosial ekonomi dan HAM. Kami memiliki Code of Conduct (CoC) mengacu pada Panduan Hak Asasi Manusia PBB tentang Bisnis dan Hak Asasi Manusia” bebernya.
Perseroan juga memastikan seluruh karyawan dan pengambil kebijakan memahami subtansi HAM melalui pelatihan.
Bayu Aji juga mengutarakan bahwa PT Vale Indonesia Tbk membuka kesempatan seluas-luasnya bagi perempuan untuk bisa mengambil peran dan memaksimalkan skill yang dimiliki dalam area operasional.
Hal itu juga sejalan dengan semangat Diversity, Equity and Inclusion (DEI) yang telah dilakukan dengan membuka peluang kesempatan untuk bekerja di semua jenis pekerjaan dan tidak diplot di tempat-tempat khusus saja. Pola ini juga diterapkan diseluruh area operasional PT Vale di Sorowako, Pomalaa dan Morowali.
Pelibatan perempuan dalam project tanamalia sudah menjadi komitmen perseroan, termasuk menyiapkan sarana berbasis gender. Saat ini total pekerja di Tanamalia mencapai 432 orang, dari jumlah tersebut sekitar 39 orang adalah perempuan atau sekitar 9%.
PT Vale memiliki kanal Vale Whistleblower Channel (VWC). Vale Whistleblower Channel adalah sistem yang independen, diawasi oleh berbagai pihak dan memiliki tindak lanjut yang tegas.
“ Apabila anda mengetahui adanya pelanggaran yang terjadi di PT Vale dan termasuk dalam lingkup tersebut di atas, diharapkan kerjsamanya untuk segera melaporkan melalui Vale Whistleblower Channel ini. Dengan melaporkan pelanggaran, Anda telah ikut berperan aktif bersama PT Vale dalam mewujudkan lingkungan kerja yang aman, adil dan jujur dalam bekerja.” Imbuhnya.
Sementara perihal lahan merica dijelaskan Bayu bahwa PT Vale selalu mengedepankan dialog dengan masyarakat, pemerintah desa, kecamatan dan kabupaten, serta stakeholders terkait lainnya dengan tentunya memperhatikan ketentuan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku.” Perlu diketahui bahwa wilayah tersebut merupakan wilayah Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan (PPKH) dari kementrian Lingkungan hidup dan kehutanan.” Ungkapnya.
Wilayah PPKH yang merupakan kawasan hutan, telah digunakan oleh masyarakat untuk kegiatan penanaman lada. Namun perseroan bersama pemerintah terus melakukan sosialisasi penghentian perambahan hutan dan melakukan komunikasi kepada penggarap lahan untuk mendapatkan akses di kebun kebun mereka pada titik kegiatan eksplorasi.
“ Perseroan tidak melakukan kegiatan eksplorasi bila tidak mendapatkan akses dari penggarap lahan.Perseroan sangat menyayangkan adanya kegiatan perambahan hutan yang cukup massif yang tidak mempertimbangkan daya dukung lingkungan.” Tutup Bayu Aji. (Lt/sps)