Malili, Lutimterkini- Perusahaan tambang Nikel yang beroperasi di Luwu Timur diminta mematuhi standar pengelolaan lingkungan agar tidak berisiko terhadap lingkungan, masyarakat dan ekosistem setempat. Rekomendasi ini disampaikan Direktur Wahana Lingkungah Hidup Indonesia (Walhi) wilayah Sulawesi-Selatan, Muhammad Al Amin dalam wawancara dengan pewarta Lutimterkini.com, Jumat (05/02/2021). Bagaimana tanggapan manajemen PT. Citra Lampia Mandiri (CLM), sebagai salah satu perusahaan tambang yang ikut disorot Walhi ? Berikut penjelasan Kepala Teknik Tambang (KTT) PT. CLM, Ahmad Surana Naf kepada Lutimterkini.com :
“ Salah satu yang menajdi dasar kami dalam memenuhi standar pengelolaan dan lingkungan adalah izin lingkungan dan dokumen Amdal yang kami miliki. Terkait dengan pengelolaan lingkungan seperti di area tambang kami seperti pembuatan settling pond untuk menangkap air atau limpasan air yang keluar dari pit. Hal ini bertujuan agar terjadi proses sedimentasi sebelum limpasan air tersebut mengalir ke sungai.” Jelas Ahmad Surana.
Dia melanjutkan, di area tambang PT. CLM saat ini memiliki 5 settling pond , 4 berada di dekat area pit dan satu settling pond lainnya di stock file . Pengengelolaan yang kami lakukan di settling pond yaitu secara rutin melakukan treatment seperti pengerukan lumpur. Untuk pemantauan kualitasnya juga secara rutin kami lakukan analisa kualitas air. Hingga bulan ini dari hasil pemantauan dan analisa kami baku mutu air tersebut masih di bawah ambang batas sesuai dengan yang diamantkan Permen LH No.9,” sambungnya.
“ Kemudian untuk pengelolaan limbah B3, PT. CLM juga telah menyiapkan satu bangunan dalam rangka pengelolaan limbah B3 tersebut. Di sisi lain, untuk tahap reklamasi kami juga telah menyiapkan satu area dengan luasan kurang lebih 5 hektar, termasuk bangunan pendukungnya seperti bangunan Nursery juga telah dirampungkan” tambah Ahmad.
Di sisi lain, terkait dengan isu-isu lingkungan memang banyak bermunculan akhir-akhir ini kemungkinan karena curah hujan yang tinggi dan hal tersebut secara kasat mata terjadi perubahan-perubahan warna air seperti di Sungai Pongkeru dan Malili. “ Langkah yang ditempuh pemerintah sebagai salah satu bentuk pengawasan yaitu pembentukan tim ekspedisi dengan melibatkan pemerintah, LSM , masyarakat desa terdampak, media dan kami manajemen PT. CLM. Tujuannya untuk meninjau secara langsung bagiamana hingga terjadi potensi-potensi pengkeruhan air di sungai,” jawabnya.
Dia mengungkapkan, kekeruhan air sungai Pongkeru dan Malili selama ini apakah secara keseluruhan karena aktivitas pertambangan PT. CLM atau karena sumber/ faktor lainnya karena terbukti selama ini di lapangan itu banyak bukaan non tambang (di luar) dari kegiatan tambang sekitar 700 hektar lebih yang diakibatkan oleh pembukaan lahan perkebunan dan dugaan aktivitas illegal logging yang masih berlanjut.
“ Semua ini perlu kita cek dan koreksi secara bersama. Di sisi lain Sungai Pongkeru masih menyambung dengan daerah Sulawesi Tenggara sehingga jangan sampai juga dari hulu bisa memberi potensi terjadinya pengkeruhan air sungai,” imbuh Ahmad.
Terkait program penghijauan yang dilakukan PT. CLM, Ahmad Surana menjelaskan bahwa sudah menjadi kewajiban perusahaan untuk melakukan hal tersebut seperti dalam rencana reklamasi. “ Jadi untuk tahun ini kami diwajibkan untuk melakukan kegiatan reklamasi minimal 5 hektar dan hal ini telah kami laporkan ke Kementerian, kami sepenuhnya berkomitmen kuat untuk melaksanakan kewajiban-kewajiban ini,” beber dia.
“ Di sisi lain, sebagai perusahaan yang memiliki izin pinjam pakai kawasan hutan (IPKKH), PT. CLM kami memiliki lahan sekitar 110 hektar sebagai lahan rehabilitasi daerah aliran sungai (DAS). Program ini sudah berlanjut sekitar 2 tahun dengan penanaman dan perawatan pohon,” tutup Ahmad Surana. (LT/ACS).