Oleh : Nadya Tri Wulandari Bahri
Lutimterkini- Secara global menurut data WHO (World Health Organization) pada tahun 2019 prevalensi penyakit mental, diketahui 264 juta jiwa menderita Depresi, 45 juta jiwa mengalami penyakit Bipolar, 50 juta jiwa menderita Demensia, serta 20 juta jiwa menderita Skizofrenia. Berdasarkan fakta Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018 membuktikan keseluruhan penyakit jiwa sentimental memperlihatkan melalui tanda-tanda Depresi juga ketakutan bagi umur 15 tahun ke atas memperoleh kurang lebih 6,2% dari total warga negara Indonesia ataupun sebanding pada 11 juta jiwa. Menurut Kementerian Kesehatan Republik Indonesia tahun 2019 prevalensi nasional Depresi untuk kelompok usia ≥ 15 tahun memperoleh 6,1% dan cuma 9% yang hanya mendapatkan penyembuhan dari pusat ahli.
Berdasarkan UU No. 18 Tahun 2014 mengenai kesehatan jiwa ialah situasi dimana individu mampu bertumbuh secara jasmani, batin, psikis serta kemasyarakatan agar individu tersebut mengetahui kekuatan dirinya, mampu mengalahkan desakan, mampu melakukan usaha agar bermanfaat, serta dapat berpartisipasi bagi masyarakat. Depresi salah satu dari sekian gangguan kesehatan mental yang dapat menganggu kehidupan disebabkan oleh suatu yang dapat menimbulkan penderitaan yang berat. Dan juga, gangguan mental atau kejiwaan dapat diderita oleh siapa saja. Apakah Anda tahu bahwa depresi bisa timbul bagi individu remaja sampai kanak-kanak, dimana pada anak atau remaja bisa diketahui dengan remaja terlihat tertekan hingga terasa mengganggu aktifitasnya secara normal.
Depresi bagi remaja dapat berdampak karena perihal misalnya desakan dalam ilmu pengetahuan, penindasan, aspek kerabat, hingga masalah perekonomian. Maupun depresi telah diketahui mulai pada era di masa lampau, dampaknya tidak ditemukan dengan benar. Berbagai studi buat melihat prosedur yang terjadi telah maksimal dilaksanakan, walau pada aspek keturunan, penggambaran akal, struktur akal, maupun perasaan atau tindakan, tapi efeknya tidak adanya kejelasan.
Setidaknya ada 5 komponen yang berhasil ditemukan selaku komponen mengakibatkan depresi, kesatu komponen psikis, kedua komponen biologis, ketiga komponen imunologis, keempat faktor genetik, dan yang kelima faktor psikososia. Kondisi cemas bahkan konflik bersama kawan tampaknya terlihat simpel buat individu dewasa. Tetapi, berlainan apabila konteks itu dirasakan bagi remaja. Bila didiamkan terlalu lama, situasi ini dapat mendatangkan depresi bagi remaja.
Depresi pada usia muda lebih sulit untuk dideteksi, karena usia muda sebenarnya sesekali menghadapi pergantian suasana hati. Membiarkan remaja yang tampak prihatin alias bersedih berulang kali dianggap wajar, antara lain lantaran tersakiti, menjadi korban online catfishing, memperoleh nilai yang buruk, bahkan mengalami sedikit kepedulian dari orang tua. Namun, tampaknya itu tanda-tanda gangguan depresi bagi remaja. Apabila didiamkan, kejadian ini dapat menerus juga mengundang niat untuk melukai dirinya, hingga mengambil nyawa diri sendiri.
Adapun gejala depresi pada remaja dapat diketahui dengan melihat perilaku remaja yang merasakan sedih terus menerus, melamun, kurangnya selera makan atau malahan ingin makan terus, sulit tidur tenang, kesulitan fokus pada sesuatu dan mengalami kesulitan dalam mengambil keputusan. Ada kalanya remaja bisa cuek ataupun hiperaktif, remaja bakal menghadapi penderitaan juga tidak produktif malahan usahanya pun bisa berkurang. Parahnya lagi depresi parah bakal menjadi cenderung akan melukai dirinya bahkan membunuh nyawa sendiri. Sebesar 80% – 90% perkara membunuh diri sendiri adalah efek gangguan depresi juga ketakutan.
Semakin meningkatnya angka membunuh diri sendiri yang terjadi bagi kelompok kanak-kanak hingga remaja butuh kepedulian yang khusyuk. Di dunia membunuh diri adalah mengakibatkan musibah ke 3 didunia serta cenderung meningkat bagi komunitas kanak-kanak juga remaja. Hingga fase membunuh diri bermacam-ragam muncul awal pikiran membunuh diri , risiko untuk membunuh diri dan tindakan membunuh diri.
Jelas banyak cara untuk mencegah Depresi, boleh dilangsungkan lewat pengendalian stres. Mengelola stres tiap-tiap orang berlainan, menata stres sambil mengerjakan aktivitas yang disenangi misalnya hobi berenang, melaksanakan aktivitas menarik, lebih memperdalam diri pada hal akidah, sampai berbicara sama individu lainnya agar menurunkan pikiran stres. Melupakan stigma pada komunitas, beranikan pribadi agar gamblang pada individu lain hingga diobati adalah tindakan yang benar. Namun pemahaman akan gangguan depresi di Indonesia condong kurang, keadaan ini diyakinkan dengan sebanyak 91% masyarakat Indonesia yang mengalami penyakit jiwa tidak ditangani dengan benar dan lainnya cuman 9% yang dapat tertanggulangi.
Remaja di era millenium berkaitan via online juga sosial media nyaris per hari. Aktivitas via online bisa menyebabkan sebagian dampak buruk bagi keadaan mental remaja. Mesti digaris bawahi ialah orang tua harus mengetahui gangguan jiwa bagi remaja sebanding pada kesehatan tubuhnya. Munculnya tanda-tanda Depresi bagi remaja biasanya tidak terlihat, olehnya mari kita sering memperhatikan saat memandang hal-hal sederhana.
Saya ingin mengajak Anda untuk lebih responsive bagi gangguan depresi yang ada disekitar. Kita dapat jadi teman baik untuk individu yang menderita Depresi ataupun stres dalam usaha memudahkan gangguan depresi. Oleh sebab itu, mencegah lebih baik demi memperkuat beragam komponen preventif serta menurunkan besarnya risiko. (LT/Opini)
Penulis Adalah Mahasiswi Pada Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Hasanuddin,
Nim: K011191025
Kelas: Penulisan Kreatif